(cuplikan suatu wawancara pekerjaan)
Pewawancara : “Mengapa Anda memilih menjadi bidan untuk karir hidup Anda?”
Aku : (jawab sesuai skenario yang sudah aku prediksi
sebelumnya) “saya mencintai profesi ini Bu dengan semua kelemahan dan
kelebihannya, ada kenikmatan tersendiri dan perasaan bangga ketika melihat
seorang ibu atau ayah yang tersenyum melihat bayi yang baru saja dilahirkan oleh
ibu yang saya tolong persalinannya”
Degg.. tiba2
dadaku berdegupp, raasanya tidak seperti latihan kemarin. Kalimatnya memang
sama, namun kata-kata yang sekarang aku ucapkan seperti memiliki jiwa,
menggugah keyakinanku selama ini. Ucapanku benar, memang itulah yang aku
rasakan. Ada sesuatu yang membuat aku hanya terpaku pada pemandangan saat itu
saja. Saat itu aku tidak ingat aku pernah menolak mati-matian untuk menjalani
profesi ini.
aku tidak
ingat berapa aku digaji untuk menolong suatu persalinan..
aku lupa
bahwa mungkin proses persalinan tadi membawa penyakit yang tidak aku ketahui
menular kepadaku.
Aku lupa tadi
betapa kerasnya aku berpikir tentang tindakan apa yang harus aku lakukan untuk
menyelamatkan keduanya.
Aku juga
tidak ingat saat persalinan sekeras apa pasien itu berteriak padaku, sesering
apa dia mengeluh padaku, dan sebanyak apa dia bertanya padaku.
Aku lupa
bahwa keluarganya pernah memarahiku karena mereka merasa pelayanan kami kurang
memuaskan, sementara saat itu jumlah pasien dan kami (tenaga kesehatan) sangat
tidak sebanding.
Aku lupa
bahwa di luar sana masih banyak LSM yang sedang mengintai aku (tenaga kesehatan)
melakukan kesalahan sekecil apapun.
Saat itu, satu
hal yang aku sadari bahwa ternyata aku bisa menjadi orang yang bermanfaat, satu
kehidupan baru muncul dengan perantara tanganku, tangan seorang bidan. Hanya
ikhlas lah imbalan yang paling setimpal untuk profesi ini, profesi yang kata
orang mulia...